Jumat, 26 April 2019

Penyesalan (2)

Jika bukan karna percaya,
Mungkin tak akan sejauh ini

Yang dulu berjanji akan selalu ada
Kini mencoba pergi dengan cara memaksa

Aku keliru,
Menetapkan pilihan yang ternyata tak baik untukku

Setelah hati dipatahkan
kembali muncul lagi
Dengan wajah tanpa dosa

Dan itu terus terulang.

Tapi sekarang,
Luka yang ditanam tak akan pernah dimaafkan

Aku berjuang mendapatkan hak aku
Tapi perjuanganku dengan mudahnya ditepis
Hatiku dikoyak, terasa seperti dihujani bebatuan

Hilangkan saja nyawaku!
Itu lebih baik daripada siksa yang terus diberi

Pikirkan,
Bagaimana aku berjuang untuk hidupku
Bagaimana aku mencari selembar kertas untuk masa depanku

Aku sendiri!

Dia?
Bisa seenaknya menghancurkan itu semua

Aku kira,
Setelah perlahan aku meninggalkan hal yang tak baik dihidupku
Semua akan menjadi lebih baik

Tapi,
Malah memperburuk semuanya.

Kalau aku bisa meminta lagi
Cobalah jadi sepertiku sebentar saja

Dan rasakan seperti apa rasanya berjuang sendiri tanpa ada yang memberi cinta.

Bagaimana rasanya sudah dinodai
Tapi dibuang begitu saja.

Cobalah
Menjadi aku.

Penyesalan.

Aku tidaklah lupa.

Dikepalaku, masih ada dia.
Apalagi hatiku.

Hanya saja, takdir menginginkanku menjauh.

Aku bisa apa, ketika aku membungkuk dia berpaling.
Manarik diri dari hidup yang harusnya dia tanggung.

Untuk sekarang aku hanya bisa berjalan ditemani air mataku. Melihat hujan menghilang sedikit demi sedikit.

Aku sendiri.
Menahan luka.

Hati yang kuat,
Sudah diporak porandakan.

Penyelasan memang selalu datang di akhir.
Aku sudah membuang sia sia waktuku di waktu kemarin.
Aku salah.
Dan aku menyesal.

Selasa, 23 April 2019

Malaikatku

Dulu ketika umurku masih sekitar 5 tahun, aku merasa hidupku sangat bahagia. Walau hanya eyang seorang yang merawatku. Rasanya tak sedikitpun luka yang pernah kudapatkan. Terkecuali rengekan tangis karna ingin sesuatu.

Eyang yang aku anggap lebih dari siapapun. Eyang yang selalu tersenyum dan selalu membuatku merasa nyaman dipelukannya. Walaupun seluruh tubuhnya sudah berkeriput, tapi tenaganya sangat kuat. Bayangkan saja, perjalanan dari atas gunung hingga ke perbatasan bisa kita lalui berdua hanya dengan sekali beristirahat. Dan kita berdua sangat menikmati perjalanan itu.

Eyang, orang yang selalu melilit tembakau dengan kertas, membakarnya dan menghisapnya hingga pipinya membentuk lekukan seperti mangkuk. Orang yang selalu menjadi benteng ketika aku di cemooh tetangga sebelah. Orang yang selalu memberikan apapun yang terbaik untukku di masa itu.

Eyang, maafkan aku.

Andaikan aku bisa bertemu terakhir kalinya di waktu itu, aku tak akan semenyesal ini.

Eyang, aku rindu.

Bisakah kamu datang dimimpiku malam ini?
Aku butuh senyummu...

Kamis, 18 April 2019

Titik terakhir

Setiap sebab ada akibatnya. Hidup berjalan seperti itu.

Ketika perjalananku terhalang tembok yang besar nan kokoh. Menutupi semua pandangan di depanku.

Apa ini titik terakhirku? Seperti inikah hidupku?
Ketika hujan berubah menjadi badai. Cahaya meredup diganti kegelapan.

Harapanku tertutup.
Aku menyerah.